Ayat ‘Orang Munafiq’
Oleh : Abu Ruqoyyah Setyo Susilo
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ (8) يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (9) فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (10) وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ (11) أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ (12) وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُوا كَمَا آمَنَ النَّاسُ قَالُوا أَنُؤْمِنُ كَمَا آمَنَ السُّفَهَاءُ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لَا يَعْلَمُونَ (13) وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ (14)
“Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Alloh dan Hari Akhir,” pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Alloh dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Alloh penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. Dan bila dikatakan kepada mereka:”Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.” Mereka menjawab: “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman.” Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.” (QS : Al Baqarah : 8-14)
Ibnul Jauzi menerangkan bahwa ada dua pendapat mengenai kepada siapakah ayat ini turun. Pertama ayat ini turun kepada orang-orang munafiq dari kalangan ummat Muhammad -Shalallohu ‘alaihi wa Sallam-. Ini sebagaimana di sebutkan oleh As Sudiy dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas. Sebagaimana pula di katakan oleh Abul ‘Aliyah, Qatadah dan Ibnu Zaid. Kedua ayat ini turun kepada orang-orang munafiq dari kalangan ahli kitab. Sebagaimana di riwayatkan oleh Abu Shalih dari Ibnu Abbas. [Zaadul Masiir Ibnul Jauzi (1/16) Maktabah Syamilah]
Ketahuilah bahwa yang di maksud nifaq adalah menampakkan kebaikan dan menyembunyikan keburukan. Masuk pula dalam pengertian ini pula nifaq i’tiqadi dan nifaq amali, sebagaimana di katakan oleh Nabi dalam hadits beliau ;
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda orang munafiq ada tiga (3) ; apabila berbicara berdusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila di percaya ia berkhianat.” (HR : Bukhari)
Sesungguhnya nifaq itu belumlah nampak sebelum hijrahnya Nabi dari Makkah ke Madinah, demikian pula setelah beliau berhijrah, namun tatkala terjadi perang Badr Alloh menampakkan dan memuliakan kaum Muslimin serta merendahkan orang-orang yang berada di Madinah yang belum masuk Islam. Oleh karenanya sebagian mereka lantas menunjukkan keislamanya karena merasa takut dan sekedar untuk tipu daya mereka saja agar darah mereka terlindungi dan harta mereka terselamatkan. Maka apabila mereka berada di tengah-tengah kaum Muslimin mereka menampakkan seolah-olah mereka adalah seorang Muslim, padahal batin mereka tidaklah demikian. [Taisirul Kariim Ar Rahman Fi Tafsiiri Kalamil Manaan karya Abdurrahman bin Nasir As Sa’diy (1/42) Maktabah Syamilah]
Penjelasan dari nifaq i’tiqadi secara rinci adalah orang yang menampakkan keimanannya kepada Alloh, MalaikatNya, kita-kitabNya, Rasul-RasulNya, dan hari akhir namun bersamaan dengan itu ia menyembunyikan apa-apa yang berlawanan dengan hal tersebut. Dengan kata lain seseorang menampakkan keimanan dan kecintaannya terhadap Islam namun dalam hatinya tertanam kebencian terhadap agama ini. Nifaq semacam ini dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam. [Tahdzibu Tashilil Aqidah Al Islamiyah halaman 105, Fahrusah Maktabah Malik Fahd Al Wathaniyah Atsna’a An Nasyr]
Adapun nifaq amali (biasa juga di sebut dengan nifaq asghar) adalah seseorang menampakkan perkara yang di syariatkan namun di sisi lain ia menyembunyikan perkara yang di haramkan atau apa yang di tampakkan. Maka setiap orang yang berucap atau berkata yang masyru’, wajib, sunnah, maupun mubah namun ia menyembunyikan lawan dari hal-hal diatas (perkara-perkara haram) maka ia telah mengerjakan satu tabiat dari tabiat-tabiat nifaq asghar atau nifaq amali. Nifaq semacam ini hukumnya haram namun tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam. [lihat Tahdzibu Tashilil Aqidah Al Islamiyah halaman 176, Fahrusah Maktabah Malik Fahd Al Wathaniyah Atsna’a An Nasyr]
Orang yang memiliki sifat semacam ini maka akan Alloh tambah penyakit di dalam hatinya sebagaimana firmanNya {“Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Alloh penyakitnya”}. Ibnu Aslam mengatakan tentang ayat ini ; “Ini merupakan penyakit di dalam agama, dan bukan penyakit jasad, yaitu keragu-raguan yang memasuki jiwa mereka, maka Alloh akan tambah keragu-raguan itu.” [Shafwatu At Tafasir (1/36) Dar As Shabuni]
Adapun As Sa’diy mengatakan ; “Yang di maksud dengan penyakit di sini adalah penyakit keragu-raguan, syubhat dan nifaq. Di karenakan hati itu akan terhalangi dua penyakit yang akan mengeluarkannya dari adil dan sehatnya, yaitu penyakit syubhat dan syahwat. Maka kekufuran, nifaq, keragu-raguan dan bid’ah seluruhnya termasuk penyakit syubhat. Adapun zina, dan kesenangan melakukan perbuatan maksiat adalah termasuk penyakit syahwat..” [Taisirul Kariim Ar Rahman Fi Tafsiiri Kalamil Manaan karya Abdurrahman bin Nasir As Sa’diy (1/42) Maktabah Syamilah]
Demikian pula Alloh akan menyiapkan bagi mereka adzab yang pedih. Kemudian apabila di katakan kepada mereka {“janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”} yaitu dengan kekufuran dan menghalangi manusia dari keimanan terhadap Nabi Muhammad dan Al Qur’an. Maka mereka mengatakan bahwa {“Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”}, mereka mengatakan perkataan ini merupakan kedustaan sebagaimana perkataan mereka bahwa mereka beriman padahal mereka mendustakan. Oleh karena itu Alloh mendustakannya [lihat Ma’alimu At Tanzil karya Al Baghawi (1/66) Dar Thaybah Li An Nasyr Wa At Tauzi’]
Kemudian apabila di katakan kepada orang-orang munafiq itu {“Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman”} mereka malah mengatakan {“Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?”} yang mereka maksudkan adalah para sahabat Nabi -Shalallohu ‘alaihi wa Sallam- sebagaimana yang di jelaskan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (na’udzubillah). Dan ‘sufaha’ (bodoh) mencakup sifat-sifat diantaranya bodoh, lemah akal, sedikit pengetahuan terhadap madharat dan maslahah. Ini merupakan tuduhan yang keji terhadap sahabat Nabi, yang mana mereka adalah orang-orang yang di muliakan oleh Nabi dan bahkan sebagianya telah di kabarkan akan masuk Surga. Nabi sendiri memberikan peringatan keras terhadap hal semacam ini ;
لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِى ، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ
“Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas seperti Gunung Uhud, tidak akan menyamai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya.” (HR : Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan lainnya)
Begitulah Alloh Ta’ala menceritakan tentang orang-orang munafiq, yang pada akhir ayat-ayat ini Alloh tegaskan kembali bahwa diantara hal utama yang menjadi sifat mereka adalah menampakkan keislamanya jika berada di tengah-tengah kaum Muslimin. Namun tatkala mereka berpaling dari kaum Muslimin dan kembali pada syaitan-syaitan mereka mereka mengatakan {“Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.”}
Na’udzubillah tsumma na’udzibillah,…
Recent Comments