Kenalilah Pembatal-Pembatal Tauhid,..! (Bag. 2)

Pada edisi yang lalu telah kita bahas mengenai macam macam syirik akbar, dan kita sampai pada pembahasan As-Syirku fi al-Uluhiyah. Dan telah kita jelaskan pula bahwa diantara macamnya adalah As-Syirku bishorfi Syai’in minal ‘ibadati lighoirillahi (memalingkan salah satu bentuk ibadah kepada selain Alloh I). Maka pada kesempatan kali ini akan kita bahas secara terperinci akan hal ini yaitu mengenai As-Syirku bishorfi Syai’in minal ‘ibadati lighoirillahi.
 
Jenis kesyirikan semacam ini pun terbagi menjadi dua macam, yakni :

 
  1. As-Syirku fi du’ai al-mas’alah
Ad-Du’a (do’a) yaitu seorang hamba menginginkan dari Robb-nya (berdo’a) agar di hilangkan darinya hal yang tidak di senanginya dan mendatangkan baginya hal yang di sukainya. Berdo’a termasuk salah satu jenis ibadah, maka tidak boleh di palingkan atau di tujukan kepada selain Alloh. Wasiat Nabi r kepada Ibnu Abbas :
 
إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
 
“Apabila engkau meminta sesuatu maka mintalah kepada Alloh, dan apabila engkau minta pertolongan maka mintalah kepada Alloh,.” (HR Turmudzi dan beliau mengatakan hadits ini Hasan)
 
Kesyirikan dalam berdo’a bisa berupa Al-Isti’anah (meminta pertolongan kepada selain Alloh I), dan Al-Isti’adzah (meminta perlindungan kepada selain Alloh I).
 
Contoh-contoh gambaran kesyirikan semacam ini diantaranya adalah :
 
Seseorang berharap kepada makhluk akan suatu hal yang diluar kemampuannya yang hanya bisa dilakukan oleh Alloh I. Seperti meminta kesembuhan dari penyakit, atau kemenangan dari musuh, atau menghilangkan kesusahan yang sedang dialaminya.
 
Berdo’a kepada orang yang sudah meninggal
 
Berdo’a kepada orang yang berada jauh dari kita
 
Menjadikan perantara antara kita dengan Alloh I dalam berdo’a.
 
Barang siapa yang berdo’a kepada mayit (orang yang sudah meninggal), atau berdo’a kepada orang yang berada jauh dari dia dengan keyakinan bahwa orang yang dia berdo’a kepadanya ini bisa mendengar atau mengabulkan do’a yang dia ucapkan maka dia telah keluar dari agama ini. Termasuk juga apabila seseorang berkeyakinan dalam hatinya bahwasanya Alloh I tidak mengabulkan do’a orang yang berdo’a secara langsung (tanpa perantara) bahkan meyakini harus ada perantara antara dia dengan Alloh I dalam berdo’a. Maka hal ini juga dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam, dikarenakan amalan ini termasuk syafa’atun syirkiyyatun mukhorrijun minal millah.
 
  1. As-Syirku fi du’ai al-Ibadah
Du’au al-Ibadah adalah peribadatan kepada Alloh I dengan segala macam jenisnya baik itu ibadah qolbiyah (ibadah hati), qouliyah (perkataan), ataupun fi’liyah (ibadah dengan anggota badan) seperti kecintaan kepada Alloh I, rasa takut, berharap, sholat, puasa, menyembelih, membaca Al-Qur’an berdzikir kepada Alloh I dan sebagainya. Maka kesemuanya haruslah di peruntukkan bagi Alloh I. Apabila di peruntukkan bagi selainNya maka termasuk kesyirikan. Adapun jenis kesyirikan dalam Du’au al-Ibadah diantaranya :
 
  1. Syirku an-Niyyati wal Irodati wal Qosdi (syirik niat, kehendak dan maksud)
Kesyirikan ini bersumber dari orang-orang munafik yang sampai pada tingkat Nifaq Akbar (nifaq yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam). Mereka menunjukkan keislamannya padahal hatinya tidaklah mengakuinya, sebagaimana firman Alloh I :
 
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا
 
“Dan apabila mereka (orang-orang munafiq) berjumpa dengan orang-orang yang beriman mereka mengatakan “Kami telah beriman,.” (Surat Al Baqoroh, ayat14)
 
Sungguh mereka memamerkan sebagian ibadah, seperti mengerjakan sholat, sebagaimana firmanNya :
 
وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
 
“Dan apabila mereka berdiri untuk melakukan shalat mereka berdiri dengan malas, mereka bermaksud riya (dengan shalat mereka) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (Surat An Nisaa, ayat 142)
 
Amalan yang mereka lakukan sebagaimana firman Alloh I di atas terkumpul di dalamnya kesyirikan dan nifaq.
 
  1. As-Syirku fi al-Khouf (Syirik dalam rasa takut)
Rasa takut pada dasarnya terbagi menjadi empat macam :
 
Al-Khouf minallohi Ta’ala (rasa takut kepada Alloh I)
 
Ini juga dinamakan khouf as-sirr (rasa takut yang tersembunyi), dan rasa takut ini merupakan rasa takut yang menyertai kecintaan dan pengagungan serta perendahan diri kepada Alloh I. Ketakutan jenis ini wajib dimiliki oleh setiap Mukmin dan merupakan dasar dari ibadah.
 
Al-Khouf al-Jiballi
 
Seperti rasa takut dari musuh, binatang buas dan yang semacamnya. Rasa takut ini merupakan rasa takut yang diperbolehkan jika disertai dengan sebab. Alloh I berfirman tentang Nabi Musa :
 
“Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir,.” (Surat Al Imron, ayat 175)
 
Al-Khouf As-Syirki (rasa takut yang masuk dalam ketegori syirik)
 
Yaitu seseorang takut kepada makhluk atau benda tertentu dengan rasa takut yang disertai dengan pengagungan, kecintaan dan perendahan diri kepada makhluk tersebut. Contohnya adalah rasa takut terhadap patung atau benda lainnya disertai dengan pengagungan dan kecintaan terhadap benda tersebut, dia takut jika dia di timpa musibah disebabkan benda itu. Maka ini termasuk syirik akbar yang mengeluarkan pelakunya dari Agama. Alloh I berfirman mengenai sifat orang yang beriman :
 
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.(Surat At Taubah, ayat 18)
 
Ibnu ‘Athiyyah Al-Maliki menjelaskan dalam tafsirnya bahwa : “Yang dimaksudkan di sini adalah ketakutan yang di sertai pengagungan, ibadah dan ketaatan”.
 
Al-Khouf Aladzi yahmilu ‘ala Tarki Wajibin wa Fi’li Muharromin (rasa takut yang bisa menyebabkan seseorang meninggalkan perbuatan wajib dan mengerjakan perbuatan harom).
 
Rasa takut semacam ini hukumnya harom, contohnya adalah seseorang yang takut kepada orang lain yang dia anggap bisa mencelakakan harta dan jiwanya. Sebenarnya ini hanyalah perasaan was-was yang tidak nyata, atau bisa jadi sebuah kenyataan akan tetapi tidaklah memberikan madhorot kecuali sedikit, maka rasa takut semacam ini tidak boleh di jadikan alasan untuk meninggalkan kewajiban-kewajiban yang telah di wajibkan oleh Alloh I serta menerjang larangan-larangan yang telah di haramkan Alloh I kepada kita. Nabi r bersabda :
 
لاَ يَمْنَعَنَّ أَحَدُكُمْ مَخَافَةَ النَّاسِ أَنْ يَتَكَلَّمَ بِحَقٍّ إِذَا رَآهُ أَوْ عَرِفَهُ
 
“Janganlah rasa takut kepada manusia mencegah kalian untuk mengatakan kebenaran apabila dia melihatnya atau mengetahuinya.” (Shohih Ibnu Hibban : 277)
 
  1. As-Syirku Fil Mahabbah (Syirik dalam kecintaan)
Rasa cinta itu terbagi menjadi tiga macam :
 
Mahabbatun wajibatun (rasa cinta yang wajib)
 
Mahabbatun tobi’iyatun mubahatun (rasa cinta bawaan yang di perbolehkan)
 
Mahabbatun syirkiyatun (rasa cinta yang termasuk kesyirikan)
 
(Merujuk pada kitab Tahdzibu Tashilil ‘Aqidatil Islamiyah karya Syaikh Abdulloh bin Abdul Aziz Al-Jibrin)

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published.