كهيعص (1) ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا (2) إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا (3) قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا (4) وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا (5) يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا (6) يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا ((7)
“Kaf Ha Ya ‘Ain Shad (1) (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Rabb kamu kepada hamba-Nya, Zakaria(2) yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut(3) Ia berkata “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku(4) Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera,(5) yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai (6) Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (dikaruniai) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia(7)” (QS : Maryam : 1-7)
Ayat-ayat di atas, yaitu awal surat Maryam dari mulai awal ayat hingga ayat ke sebelas menceritakan tentang Nabi Zakaria. Beliau merupakan salah seorang Nabi yang agung dari Nabi-Nabi untuk kalangan Bani Israil. Dan sebagaimana di riwayatkan oleh Imam Muslim beliau adalah seorang tukang kayu yang makan dari hasil usaha ke dua tangan beliau sendiri. [lihat Al Yasir Fi Ikhtishari Tafsir Ibni Katsir hal. 1106 Dar Al Hudah Lin Nasyr-Jeddah]
Beliau juga merupakan anak keturunan dari Nabi Sulaiman bin Dawud –‘alaihi as-salam-, dan beliaulah yang merawat Maryam ibunda dari Nabi Isa. Maryam binti ‘Imran bin Maataan juga masih merupakan anak keturunan Nabi Sulaiman. Ibunda Maryam bernama Hannah, yang memiliki saudari perempuan bernama iisaa’, dan inilah yang menjadi istri Nabi Zakaria yang juga merupakan bibi dari Maryam. Oleh karenanya Nabi Zakaria lah yang merawat Maryam karena masih merupakan keponakan dari istrinya. [Al Mukhtashar Fi Akhbaril Basyar Abul Fadaa. 1/19 Maktabah Syamilah]
Alloh berfirman mengenai hal ini :
Maka Rabb-nya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Alloh menjadikan Zakaria pemeliharanya(Maryam).(QS : Al-Imran : 37)
Penjelasan Ayat
Awal surat Maryam yang menceritakan mengenai Nabi Zakaria ini di mulai dengan huruf-huruf muqatta’ah. Mengenai huruf-huruf ini para ahli tafsir berbeda pendapat. Ada empat pendapat tentang huruf-huruf ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa huruf-huruf tersebut merupakan huruf-huruf dari nama-nama Alloh Ta’ala. Seperti huruf “kaf” dari “Al-Karim”, huruf “mim” dari “Al-Malik” dan seterusnya. Ini merupakan pendapat Sa’id ibnu Jabir dari Ibnu Abbas.
Pendapat kedua mengatakan bahwa huruf-huruf tersebut merupakan huruf-huruf ‘qosam’ (sumpah) yang Alloh bersumpah denganya, dan juga termasuk dari nama-nama-Nya. Ini di riwayatkan Ali Bin Abi Thalhah yang juga dari Ibnu Abbas. Pendapat ke tiga menyatakan bahwa huruf-huruf ini merupakan nama surat. Yang mendukung pendapat ini diantaranya adalah Al Hasan dan Mujahid.
Sedangkan pendapat yang ke empat mengatakan bahwa huruf-huruf muqatta’ah ini adalah merupakan salah satu nama dari nama-nama Al-Qur’an. Ini merupakan pendapat Qatadah. [Zaadul Masiir Ibnul Jauzi 4/259 Maktabah Syamilah]
Pada ayat-ayat di atas di ceritakan mengenai Nabi Zakaria yang tatkala itu berdoa kepada Rabb-nya. Beliau berdoa dengan suara yang lembut dan lirih. Hal ini sebagaimana di ceritakan oleh Al-Qur’an {“yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut * Ia berkata “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku”}.
Mengenai sebab mengapa beliau berdoa dengan cara lirih dan suara yang lembut seperti itu ada tiga pendapat. Yang pertama adalah untuk menjauhkan dari riya. Ini adalah pendapat dari Ibnu Juraij. Keduabeliau melakukan hal itu agar supaya orang-orang tidak mengatakan ; Lihatlah orang tua ini, ia menginginkan anak sedang umurnya sudah udzur,.! Ini merupakan pendapat Muqatil. Ketiga hal itu beliau lakukan dengan harapan agar lebih bisa ikhlas dalam berdoa, dan di kabulkan oleh Alloh di tahun berikutnya. [An-Naktu Wal ‘Uyun karangan Al Mawardi 3/8 Maktabah Syamilah]
Cara beliau berdoa di atas menunjukkan di sunahkannya berdoa dengan suara yang lembut dan lirih. Hal ini sebagaimana pula sebuah hadits :
ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، إِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهْوَ مَعَكُمْ
“Rendahkanlah diri kalian karena kalian tidak menyeru kepada Dzat yang tuli dan juga bukan Dzat yang jauh. Sesungguhnya kalian menyeru kepada Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat dan Dia bersama dengan kalian.” (HR : Bukhari)
Beliau berdoa kepada Alloh Ta’ala dalam agar di karuniai seorang putra, sedang pada saat itu usia beliau sudah lanjut. Di jelaskan di ayat tersebut bahwa keadaan beliau sudah lemah, dan rambut beliau sudah mulai beruban, bahkan sudah menyebar ke diantara rambut beliau di seluruh kepala.
Doa beliau sebagaimana di sebutkan di dalam ayat di atas adalah ; {“Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera,* yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai”}. Yang di maksud “mawali” dalam doa beliau adalah anak keturunan paman, atau pengikut beliau sebagaimana di katakan oleh Ibnul Jauzi. Lantas apa yang beliau khawatirkan sebagaimana beliau ungkapkan dalam doa beliau diatas,.?
Dalam hal ini ada dua pendapat ;
– Pendapat pertama mengatakan beliau khawatir mereka akan mewarisi warisan beliau, ini sebagaimana di katakan oleh Ibnu Abbas.
Dalam pendapat pertama ini seolah-olah beliau merupakan seorang yang kikir dan pelit sehingga khawatir kerabat beliau akan mewarisi warisan beliau. Maka dalam hal ini ada dua penjelasan ;
1. Di karenakan beliau merupakan seorang Nabi, sedangkan seorang Nabi tidaklah di warisi. Beliau takut mereka akan mewarisi harta beliau, sedangkan hal itu tidak di perbolehkan oleh syara’.
2. Di karenakan beliau di landa perasaan kebanyakan manusia umumnya, bahwa beliau akan lebih senang apabila harta beliau di warisi oleh keturunan beliau sendiri.
Setelah menyebutkan dua alasan di atas Ibnul Jauzi kemudian mengatakan ; “Penjelasan dari hal ini adalah bahwasanya harus ada yang mewarisi harta beliau, meskipun pada dasarnya beliau tidak memiliki harta warisan, namun beliau lebih menyukai apabila anak keturunan beliau sendirilah yang akan mewarisi peninggalan beliau”.
– Pendapat ke dua mengatakan bahwasanya yang beliau khawatirkan adalah mereka akan semakin melalaikan agama dan mengesampingkanya. Pendapat ini di amini oleh sekelompok ahli tafsir.
Sedangkan Utsman, Said bin Abi Waqhas, Abdullah Ibnu Amr, Ibnu Jubair, Mujahid dan Ibnu Abi Syuraih (dari Al Kasai) membaca {{خَفَّتْdengan makna {قَلَّت} (yang artinya sedikit). Jika demikian dapat kita ambil pengertian bahwa yang beliau khawatirkan adalah ilmu dan kenabian beliau tidak akan di warisi, yang pada akhirnya akan hilang. Itulah yang beliau takutkan. [Zaadul Masiir Ibnul Jauzi 4/260 Maktabah Syamilah]
Yang pada akhirnya Alloh Ta’ala mengabulkanya dengan memberikan kabar gembira kepada beliau akan anugerah yang akan beliau terima, yaitu akan lahirnya seorang putera yang kelak akan mewarisi beliau, tidak hanya dalam masalah harta, namun juga akan mewarisi ilmu dan kenabian beliau. Alloh berfirman ; {“ Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (dikaruniai) seorang anak yang namanya Yahya,.”}, ini selaras dengan firman Alloh pada surat Ali Imran ;
“Kemudian Malaikat memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (ia berkata): “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi pemipin yang di ikuti, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh”.(QS : Ali Imran : 39)
Kemudian Alloh juga mengabarkan bahwa Yahya sebagai anak keturunan yang akan beliau dapatkan adalah seorang anak yang istimewa, yang belum pernah ada yang menyamainya sebelum itu. Sebagaimana firman-Nya ; {“yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.”}. Maksudnya adalah belum pernah ada seorang anak pun yang di berikan nama sebagaimana nama Yahya. Ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah belum pernah ada seorangpun yang di lahirkan sebagaimana beliau, yaitu dari seorang ibu yang mandul. [Tafsirul Qur’anil ‘Adzim, Ibnu Katsir 5/214 Dar Thaybah Lin Nasyr Wa Tauzi’ –qurancomplex.com]
Wallohu a’lam,. [AR]
Recent Comments